16 Mitos Tentang Tol Cipularang
Tol
Cipularang, baru-baru ini menelan korban jiwa dalam beberapa kecelakaan mobil.
Mitos seputar tol itu pun banyak menyebar luas. Berikut fakta dan mitos tol
tersebut. Menurut pengamat otomotif dan Pendiri & Instruktur Jakarta Defensive
Driving Consulting (JDCC) Jusri Pulubuhu, terdapat beberapa mitos dan fakta
mengenai tol ini.
Pertama, jalan tol merupakan jalan bebas
hambatan di mana pengemudi bisa melaju dengan aman. Namun tidak pada tol
Cipularang. Jalan tol ini memiliki banyak rintangan seperti tikungan dengan
derajat ketajaman bervariasi hingga kilometer tertentu dengan sudut hingga 80
derajat.
Selain itu, terdapat turunan dengan sudut hingga
30 derajat. Lintasan yang ada melengkung dan pada musim hujan, banyak terdapat
genangan air. Terdapat pula dorongan angin samping pada celah antara
bukit-bukit.
Kedua, ukuran tinggi dan besar kendaraan
tidak mempengaruhi cara orang mengemudi. Makin tinggi bentuk kendaraan,
kualitas kestabilan pada kecepatan tinggi akan berkurang. Makin besar bentuk
kendaraan, makin berat kendaraan itu dan akan mempengaruhi momentum inersia
kendaraan yang membuat jarak pengereman menjadi panjang.
Berat kendaraan akan mempengaruhi gaya melebar
atau menyamping yang terjadi saat menikung. Makin besar kendaraan makan makin
besar haluan atau makin besar radius putar kendaraan itu.
Ketiga, jarak pengereman tak dipengaruhi
bentuk dan berat kendaraan melainkan sistem pengereman kendaraan itu sendiri.
Jarak pengereman ditentukan enam faktor variatif, termasuk kondisi dan perilaku
pengemudi, kondisi kendaraan, bobot kendaraan, kecepatan kendaraan, kondisi
lintasan serta cuaca.
Keempat, mayoritas penyebab ban pecah
dijalan tol adalah akibat tekanan angin yang berlebih. Tekanan angin berlebih
tak membuat ban mudah pecah hanya mempengaruhi traksi ban pada permukaan jalan.
Tekanan angin yang kurang dari rekomendasi
pabrik ban akan membuat bahan pada dinding ban mengalami keletihan berat akibat
elastisitas ban terlalu ditekan disbanding pada tekanan angin normal.
Kelima, mengemudi di lintasan menurun di
kecepatan tinggi tak ada bedanya dengan mengemudi di lintasan datar. Mengemudi
di kecepatan tinggi di lintasan menurun berisiko tinggi kecelakaan. Hal ini
dikarenakan terjadinya perubahan pusat gravitasi dan distribusi bobot.
Di kecepatan tinggi, kendali kendaraan menjadi
sangat sensitif dan gaya-gaya yang tak diharapkan bisa mudah terjadi. Pada saat
kendaraan bergerak tak sesuai keinginan pengemudi, respon pengemudi sering
spontan tanpa diawali proses analisa logika dan hal inilah yang mengawali
petaka.
Keenam, karena lancar dan tak padat,
potensi kecelakaan dijalan tol lebih ringan dibanding dijalan biasa. Risiko
kecelakan malah lebih besar. Hal ini dikarenakan lancar membuat pengemudi
cenderung memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Alhasil, momentum yang
dihasilkan jauh lebih besar dan kendaraan akan sulit dikendalikan.
Ketujuh, mengemudi di jalan tol tak memerlukan
konsentrasi yang lebih tinggi disbanding di jalan biasa. Secara umum, kondisi
jalan tol lebar, lancar, kecepatan tinggi dan monoton. Terdapat risiko
kecelakaan masif dan hal ini butuh konsentrasi lebih dibanding di jalan biasa.
Hal ini menyebabkan mudah letih, kewaspadaan menurun, hasrat untuk memacu
kecepatan melebihi kemampuan kendaraan dan pengendara akan lebih tinggi.
Kedelapan, kecepatan kendaraan tak
mempengaruhi kestabilan kendaraan. Tiap pergerakan kendaraan akan menimbulkan
momentum dan gaya sentrifugal. Makin besar momentum dan gaya sentrifugal yang
terjadi, kestabilan kendaraan akan makin berkurang dan mudah bergerak liar
seperti terjadinya selip.
Kesembilan, saat menghadapi masalah,
tindakan pertama adalah mengerem. Menyikapi masalah saat mengemudi harus
diawali proses analisa serta keputusan kemudian eksekusi secara cepat dan
tepat. Mengerem bukan selalu menjadi tindakan pertama karena jika dilakukan di
tempat dan waktu yang salah, hal ini bisa menimbulkan masalah.
Kesepuluh, pada kecepatan tinggi di atas
80km/jam di lintasan menurun, saat ban depan mobil pecah, tindakan jitu adalah
‘mengerem’ agar kendaraan terkontrol. Pada kondisi ini, pusat gravitasi dan
distribusi bobot berpindah ke depan. Hal lain yang perlu diperhatikan, kendali
kendaraan ada pada roda depan.
Jika pengereman terjadi mendadak, beban roda
depan yang bannya pecah akan lebih besar dan menimbulkan gaya tarik ke arah
sisi roda yang pecah itu. Kesulitan pun muncul dan jika tak dapat disikapi
dengan tepat, malapetaka menanti. Sebaiknya jangan panik, jangan mengerem dan
tahan kecepatan sesaat bagi kendaraan dengan pusat gravitasi rendah.
Jangan mengerem dan naikkan kecepatan 10km/jam
sesaat bagi kendaraan dengan pusat gravitasi tinggi. Kemudian arahkan kendaraan
sesuai arah lintasan dan tahan kemudi dengan kuat dan erat. Ketika kondisi
sudah mulai terkendali, kurangi kecepatan secara bertahap dan arahkan kendaraan
ke lintasan yang aman.
Kesebelas, pada kecepatan tinggi di atas
80km/jam di lintasan menurun & menikung dan kendaraan terasa oleng,
tindakan jitu yang harus diambil adalah mengerem tajam agar terkendali. Pada
kondisi ini, pusat gravitasi dan distribusi bobot berpindak ke depan dan
kendali kendaraan ada di roda-roda depan.
Keduabelas, di kecepatan tinggi di lintasan
menikung, cara mengemudi tak ada bedanya dengan lintasan menikung lainnya. Pada
prinsipnya, saat kendaraan melaju kencang, tingkat kestabilan kendaraan
berkurang dan menjadi makin sensitif. Momentum dan gara sentrifugal makin besar
dan sulit dikendalikan. Siasati dengan mengurangi kecepatan sejak kendaraan di
lintasan lurus dan jangan lakukan perlambatan di lintasan menikung serta
pertahankan kecepatan.
Ketigabelas, keletihan disikapi dengan
mengunyah permen, merokok, dan berbicara dengan penumpang. Keletihan disebabkan
akumulasi kurang tidur, lembur, atau sedang sakit. Cara-cara tersebut tak akan
membantu banyak. Pada kondisi ini, kemampuan interpretasi akan menurun dan
kontrol anggota tubuh akan melambat. Sebaiknya berhenti dan tidur beberapa
saat. Hal ini akan membatu kebugaran Anda.
Keempatbelas, alasan relatif sepi dan lampu
mobil terang, mengemudi ke luar kota di malam hari jauh lebih aman dibanding
siang hari. Sesuai jam biologis tubuh manusia atau circadian rhythm, malam
diciptakan untuk tidur manusia. Seterang-terangnya lampu jalan dan kendaraan,
jauh lebih terang saat siang hari. Di Indonesia, tak semua pemakai lalu lintas
menggunakan penerangan yang laik. Kondisi dan situasi sepi memicu pengendara
terlena.
Kelimabelas, kopi dapat membantu menghilangkan
kantuk dan letih. Kopi hanya menstimulasi organ tubuh yang membuat jantung
berdetak lebih cepat dan membuat orang terjaga sesaat namun hal ini akan
mengurangi stamina dan kantuk pun bisa cepat muncul lagi. Saat organ tubuh
dipicu, stamina melorot dan pengemudi pun sering berhenti untuk buang air
kecil.
Keenambelas, mengemudi dengan kecepatan
sangat pelan di bawah kecepatan rata-rata jauh lebih aman dibanding kecepatan
tinggi. Hal ini sangat berbahaya. Kendaraan harus disesuaikan kecepatan lalu lintas
yang ada dan perbedaan signifikan kecepatan tak disarankan karena membahayakan
diri sendiri dan pengendara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar